Senin, 07 Mei 2012

 Pertumbuhan Ekonomi Diyakini Bakal Sesuai Target
Menkeu Agus Martowardojo. Foto: Runi/okezone
Menkeu Agus Martowardojo
JAKARTA - Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi di kuartal mendatang akan sesuai dengan target, meskipun terhambat kebijakan BBM subsidi. Hal ini karena pemerintah akan menggenjot pertumbuhan ekonomi dari belanja pemerintah.

Demikian disampaikan Menteri Keuangan Agus Martowardojo ditemui di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (7/5/2012).

"Sekarang ini kalau BBM yang bisa disampaikan adalah kita tidak ada kenaikan sampai dengan akhir tahun. Namun, kita akan menjaga anggaran kita memadai. Itu ditandai dengan program-program penghematan yang dilakukan pemerintah. Fokus kita ke belanja-belanja nonprioritas, seperti perjalanan dinas, dan tim-tim konsolidasi," tutur Agus.

Agus optimistis, pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua dan ketiga mendatang akan tinggi sehingga di akhir tahun, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berada di angka 6,5 persen. Demi mencapai targetnya, Agus akan menggenjot belanja modal dan barang pemerintah dan juga memperbesar porsi belanja infrastruktur.

"Kami optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan baik dan kita kalau menargetkan 6,5 persen masih akan capai itu. Kenapa? karena di 2012 masih akan didukung oleh stimulus yang ada di APBN-P 2012 untuk infrastruktur. Kita juga akan mentargetkan investasi yang tinggi di kuartal satu diatas sembilan persen ini akan meningkat dan akan berdampak positif ke depan," lanjut mantan Dirut Bank Mandiri ini.

Masih tingginya angka investasi di kuartal pertama ini, pencairan anggaran pemerintah yang akan dipercepat di kuartal-kuartal mendatang dan juga penetapan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) akan terus membuat ekonomi Indonesia melaju kencang di angka 6,5 persen sesuai dengan APBN-P 2012.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal satu 2012 hanya di 6,3 persen atau lebih rendah dari ekspetasi banyak pihak dan pemerintah yang bisa mencapai 6,5 persen. Menurut BPS, angka ini disebabkan karena menurunnya ekspor yang tidak juga bisa melampaui pertumbuhan belanja pemerintah dan juga konsumsi domestik.